Review Film Ada Apa Dengan Cinta 2 - Ada Apa Dengan Cinta menjadi salah satu film yang paling berpengaruh dalam kebangkitan sinema Indonesia. Saya masih ingat hype-nya yang begitu besar, bagaimana antrean panjang di loket bioskop yang menghasilkan 2,7 juta penonton waktu itu, bagaimana setiap adegan, dialognya termasuk soundtrack-nya juga masih terekam jelas di ingatan saya meski nyaris dua setengah dekade terlewati, buat saya dan mungkin banyak penonton yang mencintainya, AADC? itu abadi, dan personal.
Tentu saja banyak yang terjadi setelah 14 tahun, tidak terkecuali dalam dunia AADC sendiri. Cinta (Dian Satrowardoyo) dan gengnya masih menjalin persahabatan mereka sejak SMA kini telah bertransformasi menjadi perempuan-perempuan dewasa yang mapan. Minus Alya (Laudya Cheryl) yang nasibnya akan dijelaskan nanti di filmnya, Cinta, Maura (Titi Kamal), Carmen (Adinia Wirasti), dan Milly (Sissy Priscillia) memutuskan untuk pergi berlibur ke Yogyakarta. Sementara ratusan ribu kilometer jauhnya, Rangga (Nicholas Saputra) masih betah hidup terasing penuh kebimbangan hati di metropolitan New York sampai suatu hari sebuah masalah memaksanya pulang ke Indonesia, ke Yogyakarta tepatnya. Ya, semesta kembali menunjukkan sisi magisnya ketika kembali mempertemukan dua sejoli yang sempat terpisah oleh jarak dan waktu. Banyak pertanyaan berkecamuk untuk dijawab, amarah yang menunggu untuk didinginkan dan sebuah kerinduan memuncak yang menanti untuk dilampiaskan.
Jujur, AADC2 ini sebenarnya bukan jenis film yang kita harapkan kelanjutannya, bagi saya semua sudah jelas 14 tahun silam ketika Rangga berjanji kepada Cinta untuk kembali setelah satu purnama. Buat saya meski menjadi fans film pertamanya, AADC 2 jelas bukan film yang wajib ada, ini tidak lain sebagai wujud fans service dari seorang Mira Lesmana untuk menyenangkan para penggemar AADC? yang hingga kini masih sama antusiasnya ketika mereka mengantre tiket dulu. AADC 2 sendiri menurut saya lebih memfokuskan dirinya sebagai tontonan nostalgia yang hanya bekerja baik buat mereka yang mencintai film pertamanya.
Ya, saya menyadari bahwa bangunan kisah baru garapan Mira Lesmana dan Prima Rusdi tidaklah sesolid pendahulunya. Tidak ada dasar cerita yang kuat untuk menjelaskan kenapa hubungan Rangga dan Cinta kandas di tengah jalan. Meski pada akhirnya dijelaskan di sini tetapi saya tidak menemukan itu adalah alasan kuat yang cukup masuk di logika. AADC? 2 harus diakui memulainya dengan sedikit canggung dan lambat, namun beruntung perlahan Riri Reza yang kini dipercaya menggantikan pekerjaan bagus Rudi Soejarwo berhasil mendapatkan pegangannya yang lebih nyaman. Setelah itu semua mengalir dengan cukup lancar termasuk bagaimana setiap karakternya masih mencoba mempertahankan ciri khas mereka masing-masing. Nyaris tidak ada yang berubah meski kini semuanya telah menginjak usia tiga puluhan, di satu sisi itu terasa menyenangkan karena kembali membawa kita ke ingatan masa lalu namun di sisi lain ini menjadi terasa janggal karena aneh saja kenapa mereka tidak bisa tumbuh menjadi pribadi yang lebih dewasa, termasuk Cinta sendiri yang masih sama persis seperti dulu, satu-satunya yang terlihat berkembang mungkin hanya tokoh Carmen yang seakan-akan mengemban tugas Alya yang kini terpaksa harus absen. Sementara Rangga sendiri kini sedikit berbeda dengan Rangga dulu yang tega dan tanpa dosa melempar pulpen ke orang lain yang berisik. Ia lebih sensitif dan selalu punya inisiatif untuk memecah keheningan lebih dahulu, mungkin ini adalah kombinasi dari efek rasa bersalah dan kerinduan terpendam yang memuncak selama bertahun-tahun, jadi setiap Cinta mulai marah atau tidak nyaman, Rangga dengan sigap berusaha memperbaiki keadaan.
Ya, AADC 2 tidak sempurna, tapi jujur secara subyektif saya menocba menutup mata, ada perasaan aneh dalam artian positif ketika meyaksikan kembali dua pasangan abadi ini di layar lebar yang masih perkasa seperti dulu, chemistry solid dari Rangga dan Cinta yang sedikit banyak sudah membantu menutupi kualitas dialog. Romansanya sekali lagi bekerja dengan sangat baik. Setiap tatapan mata punya arti mendalam, setiap senyum manis dan tawa memberi sentuhan kebahagiaan dan setiap amarah menjadi romantika penuh emosi.
Seketika AADC? 2 menjadi sebuah romansa jalan-jalan ala trilogi Before-nya Richard Linklater minus dialog-dialog tajam. Dari sudut-sudut Jalan Prawirotaman hingga Pasar Beringharjo, pantai Parang Terititis sampai Punthuk Setumbu, Riri Reza berhasil mengeksploitasi lokasi-lokasi cantik bersama visual indah dari tuan rumah Yogyakarta untuk memperkuat sisi sentimentilnya. Sementara sekali lagi soundtrack manis dari Melly Goeslaw dan Anto Hoed membawa kita kembali ke masa lalu. Kombinasi tembang lama dan baru seperti Seribu Purnama sukses memberi jiwa pada AADC 2 sama baiknya dengan pendahulunya.
Rating:
9/10
Rating:
9/10
0 comments:
Post a Comment